Trik 1:
Step back.
Yang dimaksud dengan step back ini adalah berhenti sebentar dan tanyakan pada diri sendiri mengapa si kecil tak mau minum obat. Apakah ia trauma dengan obat? Apakah obatnya pahit? Apakah kita sendiri, bundanya tidak memberikan contoh yang baik saat minum obat? Apakah kita sendiri, ayah atau bundanya telah menakut-nakutinya dengan obat? Misal, “Kalo ga mau makan nanti dikasi obat lho sama pak dokter, obatnya pait, trus disuntik sama pak dokter!” Dengan begini kita sendiri sudah menanamkan rasa takut terhadap obat, dokter, dan suntikan. Jika ini dilakukan berulang-ulang, tak perlu heran jika si kecil takut minum obat.
Jika putera atau puteri kecil Bunda sudah bisa diajak bicara, tanyakanlah padanya, mengapa ia tak mau minum obat. Carilah waktu ketika perasaannya tenang begitu pula perasaan Bunda. Dengarkanlah alasannya dan hargai pendapatnya. Kemudian carilah satu solusi bersama yang menyenangkan baginya dan juga bagi Bunda.
Trik 2:
Minum obat bersama makanan atau minuman favoritnya
Setiap anak pasti punya makanan atau minuman favorit. Selama makanan atau minuman tersebut tidak akan menurunkan efek obat yang akan diminum, tak ada salahnya memakan obat bersamaan dengan makanan atau minuman tersebut. Suami saya, misalnya, memiliki kebiasaan memakan obat dengan kue atau pisang. Obat-obatan tersebut tidak akan bisa masuk ke kerongkongan jika tidak didorong dengan makanan yang lain.
Saat anak saya tidak mau meminum puyer yang diberikan dokter, saya mencampurkannya dengan air minum. Puyer yang notabene merupakan tablet yang dihancurkan memang terasa pahit jika harus dimakan begitu saja. Karenanya saya melarutkan puyer dengan sekitar satu sendok air minum (air minum biasa tanpa tambahan apa pun) dan meminumkannya. Tentu saja puyer ini tidak akan habis dalam satu sendok obat. Karenanya saya menyediakan segelas air minum untuk diminum setiap satu sendok larutan puyer habis tertelan. Semakin pahit obatnya, semakin banyak pula ia memerlukan minum.
Namun tetap perlu diingat mengenai interaksi antara makanan-minuman dan obat. Interaksi makanan-minuman dengan obat ini berpengaruh pada absorpsi atau penyerapan obat oleh tubuh. Agar obat dapat terserap oleh tubuh, obat akan dihancurkan menjadi molekul-molekul kecil untuk kemudian diserap oleh lambung atau usus baru kemudian masuk ke dalam peredaran darah. Jika proses penyerapan ini terhambat, efektivitas obat mungkin akan berkurang atau malah hilang sama sekali.
Memang paling aman meminum obat dengan air putih. Namun ada juga anak-anak yang hanya mau minum obat jika bersama dengan susu. Perlu diingat bahwa susu memiliki sifat menghambat penyerapan zat-zat aktif tertentu terutama antibiotika, seperti ampisilin, amoksilin, kloramfenikol, dan lain-lain sehingga efektivitas zat-zat tersebut menjadi berkurang dan pengobatan mungkin akan sia-sia. Agar penyerapan zat-zat tersebut tidak terganggu, berilah jeda dua jam sebelum dan sesudah mengkonsumsi antibiotika.
Walaupun susu dapat menghambat penyerapan obat di lambung, namun ada beberapa jenis obat yang sebaiknya diminum bersama susu atau pada waktu makan. Obat-obat jenis ini adalah obat-obatan yang memberi efek iritasi pada lambung, misalnya obat-obatan antiinflamasi (antiradang) nonsteroid seperti ibuprofen dan asetosal yang biasa digunakan sebagai pereda rasa sakit, nyeri, atau demam. Obat-obat kortikosteroid juga termasuk jenis obat ini, misalnya obat-obat gatal atau bengkak, seperti prednison, prednisolon, metilprednisolon, dan lain-lain. Obat-obatan jenis ini disarankan dikonsumsi bersama susu atau pada waktu makan untuk mengurangi efek iritasi lambung. Walaupun susu dapat menghambat penyerapan obat, namun efek samping yang dilawan oleh susu lebih besar ketimbang efek dari susu itu sendiri.
Obat-obatan tidak disarankan untuk diminum bersama teh karena teh mengandung senyawa tannin yang dapat mengikat berbagai zat-zat aktif obat sehingga penyerapan obat menjadi sangat terganggu. Teh, seperti halnya kopi, coklat, beberapa minuman energi, dan minuman cola, juga mengandung kafein yang merangsang sistem syaraf pusat. Karenanya jangan dikonsumsi bersamaan dengan obat-obatan yang juga merangsang system syaraf pusat, seperti obat-obat asma yang mengandung teofilin atau epinefrin.
Makanan yang mengandung alkohol seperti tape juga tidak baik dikonsumsi bersama dengan obat. Alkohol dapat mengganggu bahkan mengubah respon tubuh terhadap obat. Misalnya, konsumsi obat anti alergi seperti antihistamin dapat menyebabkan kantuk, dan jika dikonsumsi bersama dengan makanan beralkohol akan meningkatkan rasa kantuk dan mengurangi performa mental, seperti kurang konsentrasi, kurang mampu berpikir, dan lain-lain. Konsumsi makanan beralkohol bersamaan dengan obat penghilang rasa sakit seperti parasetamol atau asetaminofen dapat meningkatkan risiko gangguan hati dan pendarahan lambung. Alkohol juga dilarang diminum bersama dengan obat-obat penurun tekanan darah tinggi seperti propanolol karena dapat menurunkan tekanan darah secara drastis sehingga dikhawatirkan akan membahayakan jiwa pasien. (Indonesian Pharmaceutical Watch)
Nama-nama obat di atas adalah nama generik. Untuk meyakinkan, periksalah komposisi obat sehingga Bunda tidak akan salah memberikan makanan dan minuman sebagai pembujuk agar si kecil mau minum obat.
Trik 3:
Jujurlah selalu
Apa yang membuat kita percaya pada orang lain? Karena kita tahu ia selalu berkata jujur. Begitu pula putera-puteri kita. Katakanlah yang sebenarnya agar ia percaya pada kita. Jika obat itu pahit, katakanlah pahit, sehingga saat kita katakan obat itu manis, ia akan percaya pada kita.
Suatu hari anak saya yang belum genap berumur 3 tahun mengatakan bahwa obatnya tidak enak dan dia tidak mau meminumnya. Obat itu sirup vitamin yang biasanya memiliki rasa buah-buahan seperti strawberi atau jeruk. Kemudian saya mencicipi obatnya dan mengakui memang ada rasa yang tidak enak pada vitamin tersebut, “Iya, memang sedikit ga enak. Nanti kalo minum obat lagi, kita minum yang enak dulu ya.” Dia pun mengangguk dan untuk selanjutnya tak pernah protes lagi saat meminum obat tersebut.
Begitu pula saat harus meminum puyer yang pahit, saya mencicipinya sedikit dan mengatakan, “Obatnya pahit, kita minumnya satu obat satu mimik [satu sendok obat diikuti satu kali minum air] ya.” Dia pun setuju dan selanjutnya tak pernah lagi kesulitan minum puyer hingga puyernya habis.
Karena saya selalu jujur terhadap rasa obat, dia pun percaya dan dapat dengan mudah disugesti untuk meminum obat. Pernah suatu kali obatnya tidak pahit, namun juga bukan rasa buah yang biasa. Saya minta padanya untuk meminum obat tersebut dengan mengatakan, “Ada obat baru, nih, kayanya enak deh, cobain, rasa apa, ya?” Dia pun dengan semangat mencobanya dan memikirkan apa rasa obat tersebut. “Apa rasanya?” setelah diam sebentar, dia menjawab, “Ga tau.” “Yah, nanti kalau minum obat lagi, kita cari tahu rasa apa obatnya, ya,” dan dia pun menantikan waktu minum obat lagi dengan gembira. Sebenarnya obat tersebut memang tidak mengandung perisa buah apa pun.
Jadi Bunda, selalulah jujur pada putera puteri kita. Mereka telah kita beri gizi yang baik, tentunya ia pun menjadi generasi yang cerdas. Jangan sia-siakan kecerdasan mereka dengan kebohongan yang kita lakukan. Ini tidak saja berlaku saat menghadapi obat-obatan, tapi juga dalam setiap lini kehidupan.
Trik 4
Beri teladan yang baik
Putera-puteri kita adalah imitator ulung. Mereka meniru semua yang diperbuat ayah bundanya, bahkan juga yang diperbuat oleh orang-orang di sekitarnya termasuk yang dilihatnya di televisi. Karenanya tunjukkanlah perilaku yang baik saat harus meminum obat agar ia pun senang saat harus meminum obat. Alhamdulillah saya tak pernah kesulitan mengkonsumsi obat terutama obat-obatan yang dimasukkan lewat mulut. Seringkali saat saya hendak meminum obat, putera saya datang dan bertanya, “Ibu mau minum obat?” “Iya,” jawab saya. Dia pun memperhatikan saya meminum obat, kemudian berkata, “Novel juga mau minum obat.” Tentu saja dia tak mungkin minum obat saat sedang sehat, tapi keinginan itu bisa ditabung agar ia tidak menolak saat tiba waktunya harus minum obat, “Iya, nanti kalau Novel sakit, Novel minum obat yang dikasi Pak Dokter, ya.” Dia pun mengangguk senang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar