Senin, 28 Februari 2011

Minum obat yuk sayang...


Trik 1:
Step back.

Yang dimaksud dengan step back ini adalah berhenti sebentar dan tanyakan pada diri sendiri mengapa si kecil tak mau minum obat.  Apakah ia trauma dengan obat? Apakah obatnya pahit? Apakah kita sendiri, bundanya tidak memberikan contoh yang baik saat minum obat? Apakah kita sendiri, ayah atau bundanya telah menakut-nakutinya dengan obat? Misal, “Kalo ga mau makan nanti dikasi obat lho sama pak dokter, obatnya pait, trus disuntik sama pak dokter!” Dengan begini kita sendiri sudah menanamkan rasa takut terhadap obat, dokter, dan suntikan. Jika ini dilakukan berulang-ulang, tak perlu heran jika si kecil takut minum obat.
Jika putera atau puteri kecil Bunda sudah bisa diajak bicara, tanyakanlah padanya, mengapa ia tak mau minum obat. Carilah waktu ketika perasaannya tenang begitu pula perasaan Bunda. Dengarkanlah alasannya dan hargai pendapatnya. Kemudian carilah satu solusi bersama yang menyenangkan baginya dan juga bagi Bunda.

Trik 2:
Minum obat bersama makanan atau minuman favoritnya
Setiap anak pasti punya makanan atau minuman favorit. Selama makanan atau minuman tersebut tidak akan menurunkan efek obat yang akan diminum, tak ada salahnya memakan obat bersamaan dengan makanan atau minuman tersebut. Suami saya, misalnya, memiliki kebiasaan memakan obat dengan kue atau pisang. Obat-obatan tersebut tidak akan bisa masuk ke kerongkongan jika tidak didorong dengan makanan yang lain.
Saat anak saya tidak mau meminum puyer yang diberikan dokter, saya mencampurkannya dengan air minum. Puyer yang notabene merupakan tablet yang dihancurkan memang terasa pahit jika harus dimakan begitu saja. Karenanya saya melarutkan puyer dengan sekitar satu sendok air minum (air minum biasa tanpa tambahan apa pun) dan meminumkannya. Tentu saja puyer ini tidak akan habis dalam satu sendok obat. Karenanya saya menyediakan segelas air minum untuk diminum setiap satu sendok larutan puyer habis tertelan. Semakin pahit obatnya, semakin banyak pula ia memerlukan minum.
Namun tetap perlu diingat mengenai interaksi antara makanan-minuman dan obat. Interaksi makanan-minuman dengan obat ini berpengaruh pada absorpsi atau penyerapan obat oleh tubuh. Agar obat dapat terserap oleh tubuh, obat akan dihancurkan menjadi molekul-molekul kecil untuk kemudian diserap oleh lambung atau usus baru kemudian masuk ke dalam peredaran darah. Jika proses penyerapan ini terhambat, efektivitas obat mungkin akan berkurang atau malah hilang sama sekali.
Memang paling aman meminum obat dengan air putih. Namun ada juga anak-anak yang hanya mau minum obat jika bersama dengan susu. Perlu diingat bahwa susu memiliki sifat menghambat penyerapan zat-zat aktif tertentu terutama antibiotika, seperti ampisilin, amoksilin, kloramfenikol, dan lain-lain sehingga efektivitas zat-zat tersebut menjadi berkurang dan pengobatan mungkin akan sia-sia. Agar penyerapan zat-zat tersebut tidak terganggu, berilah jeda dua jam sebelum dan sesudah mengkonsumsi antibiotika.
Walaupun susu dapat menghambat penyerapan obat di lambung, namun ada beberapa jenis obat yang sebaiknya diminum bersama susu atau pada waktu makan. Obat-obat jenis ini adalah obat-obatan yang memberi efek iritasi pada lambung, misalnya obat-obatan antiinflamasi (antiradang) nonsteroid seperti ibuprofen dan asetosal yang biasa digunakan sebagai pereda rasa sakit, nyeri, atau demam. Obat-obat kortikosteroid juga termasuk jenis obat ini, misalnya obat-obat gatal atau bengkak, seperti prednison, prednisolon, metilprednisolon, dan lain-lain. Obat-obatan jenis ini disarankan dikonsumsi bersama susu atau pada waktu makan untuk mengurangi efek iritasi lambung. Walaupun susu dapat menghambat penyerapan obat, namun efek samping yang dilawan oleh susu lebih besar ketimbang efek dari susu itu sendiri.
Obat-obatan tidak disarankan untuk diminum bersama teh karena teh mengandung senyawa tannin yang dapat mengikat berbagai zat-zat aktif obat sehingga penyerapan obat menjadi sangat terganggu. Teh, seperti halnya kopi, coklat, beberapa minuman energi, dan minuman cola, juga mengandung kafein yang merangsang sistem syaraf pusat. Karenanya jangan dikonsumsi bersamaan dengan obat-obatan yang juga merangsang system syaraf pusat, seperti obat-obat asma yang mengandung teofilin atau epinefrin.
Makanan yang mengandung alkohol seperti tape juga tidak baik dikonsumsi bersama dengan obat. Alkohol dapat mengganggu bahkan mengubah respon tubuh terhadap obat. Misalnya, konsumsi obat anti alergi seperti antihistamin dapat menyebabkan kantuk, dan jika dikonsumsi bersama dengan makanan beralkohol akan meningkatkan rasa kantuk dan mengurangi performa mental, seperti kurang konsentrasi, kurang mampu berpikir, dan lain-lain. Konsumsi makanan beralkohol bersamaan dengan obat penghilang rasa sakit seperti parasetamol atau asetaminofen dapat meningkatkan risiko gangguan hati dan pendarahan lambung. Alkohol juga dilarang diminum bersama dengan obat-obat penurun tekanan darah tinggi seperti propanolol karena dapat menurunkan tekanan darah secara drastis sehingga dikhawatirkan akan membahayakan jiwa pasien. (Indonesian Pharmaceutical Watch)
Nama-nama obat di atas adalah nama generik. Untuk meyakinkan, periksalah komposisi obat sehingga Bunda tidak akan salah memberikan makanan dan minuman sebagai pembujuk agar si kecil mau minum obat.

Trik 3:
Jujurlah selalu
Apa yang membuat kita percaya pada orang lain? Karena kita tahu ia selalu berkata jujur. Begitu pula putera-puteri kita. Katakanlah yang sebenarnya agar ia percaya pada kita. Jika obat itu pahit, katakanlah pahit, sehingga saat kita katakan obat itu manis, ia akan percaya pada kita.
Suatu hari anak saya yang belum genap berumur 3 tahun mengatakan bahwa obatnya tidak enak dan dia tidak mau meminumnya. Obat itu sirup vitamin yang biasanya memiliki rasa buah-buahan seperti strawberi atau jeruk. Kemudian saya mencicipi obatnya dan mengakui memang ada rasa yang tidak enak pada vitamin tersebut, “Iya, memang sedikit ga enak. Nanti kalo minum obat lagi, kita minum yang enak dulu ya.” Dia pun mengangguk dan untuk selanjutnya tak pernah protes lagi saat meminum obat tersebut.
Begitu pula saat harus meminum puyer yang pahit, saya mencicipinya sedikit dan mengatakan, “Obatnya pahit, kita minumnya satu obat satu mimik [satu sendok obat diikuti satu kali minum air] ya.” Dia pun setuju dan selanjutnya tak pernah lagi kesulitan minum puyer hingga puyernya habis.
Karena saya selalu jujur terhadap rasa obat, dia pun percaya dan dapat dengan mudah disugesti untuk meminum obat. Pernah suatu kali obatnya tidak pahit, namun juga bukan rasa buah yang biasa. Saya minta padanya untuk meminum obat tersebut dengan mengatakan, “Ada obat baru, nih, kayanya enak deh, cobain, rasa apa, ya?” Dia pun dengan semangat mencobanya dan memikirkan apa rasa obat tersebut. “Apa rasanya?” setelah diam sebentar, dia menjawab, “Ga tau.” “Yah, nanti kalau minum obat lagi, kita cari tahu rasa apa obatnya, ya,” dan dia pun menantikan waktu minum obat lagi dengan gembira. Sebenarnya obat tersebut memang tidak mengandung perisa buah apa pun.
Jadi Bunda, selalulah jujur pada putera puteri kita. Mereka telah kita beri gizi yang baik, tentunya ia pun menjadi generasi yang cerdas. Jangan sia-siakan kecerdasan mereka dengan kebohongan yang kita lakukan. Ini tidak saja berlaku saat menghadapi obat-obatan, tapi juga dalam setiap lini kehidupan.

Trik 4
Beri teladan yang baik
Putera-puteri kita adalah imitator ulung. Mereka meniru semua yang diperbuat ayah bundanya, bahkan juga yang diperbuat oleh orang-orang di sekitarnya termasuk yang dilihatnya di televisi. Karenanya tunjukkanlah perilaku yang baik saat harus meminum obat agar ia pun senang saat harus meminum obat. Alhamdulillah saya tak pernah kesulitan mengkonsumsi obat terutama obat-obatan yang dimasukkan lewat mulut. Seringkali saat saya hendak meminum obat, putera saya datang dan bertanya, “Ibu mau minum obat?” “Iya,” jawab saya. Dia pun memperhatikan saya meminum obat, kemudian berkata, “Novel juga mau minum obat.” Tentu saja dia tak mungkin minum obat saat sedang sehat, tapi keinginan itu bisa ditabung agar ia tidak menolak saat tiba waktunya harus minum obat, “Iya, nanti kalau Novel sakit, Novel minum obat yang dikasi Pak Dokter, ya.” Dia pun mengangguk senang.

Addduuhhh....M*ncr*ttttt....


Tips 1:
Tenang Bunda.

Seperti halnya demam, diare juga merupakan reaksi normal tubuh. Bedanya, diare terjadi saat terdapat racun di dalam usus. Normalnya, kelebihan air akan diserap oleh usus besar sehingga tinja yang dikeluarkan akan berbentuk semi padat atau hanya mengandung sedikit air. Namun, saat terjadi diare, yang mungkin disebabkan makanan dan minuman yang tercemar racun atau bakteri, dinding usus besar dilapisi oleh sejenis lendir sehingga usus besar tidak dapat menyerap air secara optimal. Inilah yang mengakibatkan terjadinya diare.
Karenanya, reaksi pertama seharusnya adalah: tenang, Bunda.

Tips 2:
Kenali tinjanya.

Apakah Bunda terbiasa memperhatikan tinja si kecil? Jorok sekali yah memperhatikan tinja. Tapi ini bermanfaat sekali, lho, Bunda, untuk mengetahui kondisi kesehatan pencernaan si kecil. Karenanya, walaupun di rumah ada pembantu, jangan biarkan pembantu yang mengurusi urusan pembuangan ini, agar Bunda tidak kehilangan kesempatan mengontrol kesehatan pencernaan si kecil.
Tinja yang baik seharusnya tidak berbau busuk.

Lho? Bukankah semua tinja pasti busuk?
Tentu saja tidak busuk di sini bukan berarti sewangi parfum yang Bunda pakai. Tapi karena tinja yang sehat pasti mengandung eter, salah satu jenis alkohol yang berbau harum, maka ia tidak akan berbau busuk yang membuat kita yang menghirupnya muntah.

Selain itu, tinja yang sehat juga berwarna kuning bukan kuning kecoklatan, kuning kemerahan, apalagi kuning kehitaman. Warna kehitaman mungkin terjadi karena pendarahan di dalam usus, sedangkan warna kemerahan mungkin karena pendarahan di bagian akhir saluran pencernaan (di dekat anus).
Memang pada umur hingga dua tahunan, tinja mungkin juga akan mengandung sayuran-sayuran yang tidak tecerna. Ini tidak perlu dikhawatirkan karena pencernaan mereka memang belum cukup kuat untuk mencerna serat. Namun bukan berarti Bunda harus berhenti memberikan sayuran pada si kecil karena ia membutuhkan serat ini untuk memperlancar pencernaannya.

Tinja yang sehat juga tidak terlalu keras, tidak terlalu lembek. Saat keluar dari anus, bentuknya akan seperti huruf S. Bentuk ini terjadi karena bagian akhir dari saluran pencernaan kita memang berkelok-kelok seperti huruf S. Jika terlalu keras mungkin karena kekurangan cairan atau kurangnya asupan serat. Sedangkan yang terlalu cair mungkin karena kadar bakteri yang terlalu tinggi atau kadar cairan yang terlalu tinggi.

Tinja yang terlalu cair sering kita sebut diare. Bunda perlu perhatikan apakah tingkat ke-cair-annya itu seperti jus atau benar-benar seperti air? Jika seperti jus (masih ada sisa ampasnya, tidak hanya air saja) maka Bunda tidak perlu terlalu khawatir karena ini tidak berbahaya. Jika benar-benar seperti air, inilah yang disebut dengan diare.

Perhatikan juga frekuensi buang air besar dalam sehari. Jika  dalam 24 jam si kecil buang air besar dalam bentuk sangat cair seperti air hingga 8 kali, Bunda perlu memberikan pertolongan pertama agar si kecil tidak kekurangan cairan.

Tips 3:
Beri oralit.

Kenapa oralit?
Karena oralit adalah larutan gula garam yang membantu menjaga kadar cairan dalam tubuh agar si kecil tidak kekurangan cairan. Jika ia buang air besar hingga 8 kali atau lebih dalam sehari semalam berarti ia mengeluarkan cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Karenanya kita perlu menambah cairan dalam tubuhnya dengan cepat. Tentu saja Bunda juga dapat membantu menambah cairan dengan meminumkan lebih banyak air putih.

Mengapa bukan obat anti mencret?
Karena mencret adalah reaksi tubuh untuk mengeluarkan racun, maka penggunaan obat anti mecret dikhawatirkan akan menghalangi pengeluaran racun. Akibatnya racun akan terus bercokol di dalam tubuh.

Tips 4:
Waspada!
Walaupun diare bukan hal yang perlu terlalu dikhawatirkan, namun Bunda tetap harus waspada. Jika si kecil terlihat sangat lemas dan pucat, Bunda harus segera membawanya ke dokter atau klinik terdekat. Mungkin saja itu merupakan gejala kekurangan natrium. Begitu pula jika diare tidak berhenti hingga tiga hari berturut-turut atau disertai dengan demam tinggi, segeralah bawa si kecil ke dokter atau klinik terdekat.

Minggu, 27 Februari 2011

Tolooooonnnggg....Anakku Demam!

Tips 1:
Tenang Bunda.

Coba, deh, Bunda cek kartu berobat si kecil, berapa kali ia pernah dibawa ke dokter? Berapa kali pula penyebabnya adalah demam? Setelah saya cek dan saya ingat-ingat penyebab dibawanya putera saya ke dokter, ternyata ada dua hal yang menyebabkan saya membawa putera saya ke dokter: pertama adalah imunisasi dan kedua adalah demam. Jadi ternyata demam adalah gangguan yang paling banyak membuat kita, orangtua, menjadi panik.
Jika saya perhatikan lagi, ternyata tiap kali putera saya ke dokter akibat demam, dokter pasti akan memberi tiga jenis obat: antibiotik, penurun panas, dan vitamin. Keadaan ini membuat saya berpikir, "Apa, sih, sebenarnya demam itu?"

Dari berbagai sumber yang saya kumpulkan, akhirnya saya mengambil kesimpulan bahwa demam adalah gejala penyakit, bukan penyakit itu sendiri. Demam paling banyak terjadi karena infeksi virus atau bakteri. Infeksi sendiri adalah masuknya virus, bakteri, atau jasad renik lainnya ke dalam tubuh. Pada bayi dan anak, penyebab infeksi biasanya adalah virus. Jadi tubuh sengaja membuat demam agar dapat menyingkirkan infeksi yang menyerang.

Maksudnya?
Sistem imun (daya tahan tubuh) kita bekerja terus menerus tanpa kenal lelah. Bayangkan saja betapa banyak udara yang kita hirup, benda yang kita sentuh semuanya memiliki kemungkinan mengandung zat-zat berbahaya. Karena kekuatan sistem imun kita, bahkan kita sendiri tidak merasa bahwa sistem imun kita bekerja keras sepanjang waktu.
Hanya saja ada waktu-waktu tertentu zat berbahaya, biasanya berupa virus atau bakteri, terlalu kuat sehingga sistem imun kita menjadi kewalahan. Sistem imun kemudian akan mengirim sinyal ke otak agar menaikkan suhu tubuh. Dengan meningkatnya suhu tubuh, perkembangbiakan virus atau bakteri akan terganggu dan mereka pun akan melemah. Dengan demikian tentara-tentara imun akan lebih mudah menghancurkannya.

Proses pembentukan panas pada demam terdiri dari tiga fase, yaitu
1.   1. Peningkatan suhu tubuh, ditandai dengan menggigil hingga suhu tubuh sampai pada puncaknya.
2.   2. Suhu menetap, ditandai dengan suhu tubuh yang cenderung stabil.
3.   3. Penurunan suhu tubuh.

Karena itu, jangan panik Bunda. Bantulah si kecil melawan virus dan bakteri yang ada dalam tubuhnya.

Bagaimana caranya?

Tips 2:
Sedia selalu termometer.

Agar Bunda tidak terlalu panik, ada baiknya selalu menyediakan termometer di rumah. Pengukuran suhu tubuh hanya dengan tangan (perabaan) terkadang memberikan hasil yang menipu karena suhu tubuh si kecil akan dikacaukan dengan suhu tangan Bunda. Agar hasilnya lebih meyakinkan, gunakanlah termometer, sehingga Bunda tidak akan memberikan pertolongan pertama yang berlebihan.
Sebagai contoh, saat disentuh dengan tangan, dahi putera saya yang belum berusia satu tahun terasa hangat, begitu pula tangannya. Namun setelah diukur dengan termometer suhunya hanya 36,7oC. Di lain kesempatan suhunya ternyata hanya 36,9oC. Karena suhu normal anak berkisar antara 36-37oC, maka dengan suhu 36,7o atau 36,9oC masih dalam batas toleransi, jadi tidak usah panik. Mungkin si kecil hanya terlalu letih dan butuh istirahat, atau mungkin juga kurang minum karena terlalu asyik bermain.
Agar lebih meyakinkan Bunda, ukur juga suhu normal si kecil. Yang dimaksud suhu normal di sini adalah suhu tubuh si kecil pada waktu tubuhnya sedang dalam kondisi prima, dengan kata lain sedang sehat-sehatnya. Sebagai contoh, menurut cerita ibu saya, suhu tubuh normal saya sedikit lebih tinggi dari pada anak-anak kebanyakan, sehingga tiap orang yang menyentuh saya saat saya masih bayi pasti akan selalu mengira bahwa saya demam. Padahal, memang begitulah suhu tubuh normal saya. Mungkin saja suhu normal si kecil lebih rendah atau lebih tinggi dari anak-anak atau bayi-bayi kebanyakan. Jika Bunda tahu berapa suhu normal si kecil, maka Bunda dapat memutuskan kapan dan apa pertolongan pertama yang harus diberikan.
Contoh, suhu normal putera saya berkisar antara 36,3o-36,6oC. Jika suhunya berkisar antara 36,7o-36,9oC kemungkinan ia sedang terlalu lelah atau kurang minum, maka saya akan memberinya minuman yang disukainya agar ia minum yang banyak dan menyuruhnya tidur. Jika suhunya saat bangun tidur naik antara 37,6o-37,9oC, maka saya akan memberinya obat turun panas dan memeriksa lagi suhunya empat jam kemudian. Jika suhunya tidak juga turun bahkan terus naik hingga maka saya akan mengompresnya dan melap seluruh tubuhnya dengan air hangat. Jika suhunya tidak turun juga dalam waktu 12 jam, maka saya akan segera membawanya ke dokter.
Karenanya Bunda, penting sekali Bunda menyediakan termometer di rumah agar dapat memberikan pertolongan yang tepat saat si kecil demam. Bunda pun dapat terhindar dari panik berlebihan akibat pengukuran yang mengandung bias.

Termometer seperti apa yang paling baik saya gunakan?
Ada banyak jenis termometer yang beredar di pasaran, misalnya, termometer kaca merkuri, termometer digital, termometer dahi, dan termometer telinga.
termometer merkuri
Termometer kaca merkuri sebenarnya sangat akurat untuk pengukuran suhu. Sayangnya, risiko pencemaran lingkungan, yang terjadi jika termometer pecah, membuat termometer ini tidak lagi dianjurkan untuk pengukuran suhu.
Termometer digital merupakan alternatif pengukur suhu yang aman dan akurat. Termometer ini dapat digunakan di mulut, ketiak, maupun anus. Alternatif lain yang juga cukup akurat adalah termometer telinga namun termometer ini tidak dianjurkan digunakan pada bayi di bawah usia 3 bulan. Thermometer dahi yang berbentuk lempeng plastik dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya demam namun tidak akurat untuk menentukan suhu tubuh.
Apapun jenis termometer yang Bunda gunakan, jangan mengukur suhu tubuh segera setelah mandi karena hasil pengkurannya akan ikut terpengaruh.

Bagaimana cara pengukuran suhu yang baik?
Jika si kecil belum berumur empat tahun, jangan mengukur suhu tubuhnya di mulut karena pada usia tersebut anak belum dapat diajak bekerjasama. Pengukuran paling tepat untuk usia tersebut adalah di ketiak, anus, maupun telinga dengan termometer telinga. Untuk anak yang lebih besar Bunda dapat melakukan pengukuran suhu di mulut, ketiak, anus, maupun telinga. Namun, jika anak pilek dan hidungnya tersumbat, maka pengukuran di mulut mungkin menjadi kurang efektif karena anak bernapas melalui mulut. Pada keadaan tersebut, pengukuran di ketiak, telinga, atau anus lebih memungkinkan.

Pengukuran temperatur di anus:
1.  1. Lumasi ujung termometer dengan jelly pelicin yang larut air. Jangan menggunakan petroleum jelly seperti vaselin.
2.   2. Baringkan si kecil di pangkuan Bunda atau di atas tempat yang rata dan agak keras.
3.  3. Satu tangan memegang bagian bawah bokong, tangan yang lain memasukkan termometer melalui anus sedalam + 1-2cm. Jika terasa ada tahanan, jangan masukkan lebih dari 1cm.
4.   4. Kepit termometer di antara dua jari saat tangan yang lain memegang bokong si kecil agar tidak bergerak-gerak.
      5. Tenangkan si kecil dengan mengajaknya bicara sementara tangan Bunda memegang termometer.
5.   6. Tunggu sampai terdengar nada “bip” kemudian baca angka yang tertera.

Pengukuran temperatur di dalam mulut
  1. Tunggulah 20-30 menit jika si kecil baru saja makan. 
  2. Pastikan tidak ada permen atau makanan lain di dalam mulut si kecil 
  3. Letakkan termometer di bawah lidah dan mintalah si kecil menutup rapat bibirnya di sekeliling termometer.  Ingatkan ia agar tidak menggigit termometer maupun berbicara saat termometer berada di dalam mulutnya. Mintalah ia untuk tenang dan bernapas biasa melalui hidung. 
  4. Tunggu hingga terdengar nada 'bip' kemudian baca angka yang tertera
Pengukuran temperatur di ketiak
  1. Buka baju si kecil agar termometer benar-benar menyentuh kulit ketiak bukan bajunya.
  2. Letakkan termometer di ketiak, lipat tangan si kecil dan serongkan ke dada agar termometer benar-benar terjepit di ketiak.
  3. Tunggu sampai terdengar nada “bip” kemudian baca angka yang tertera.
Suhu di daerah anus sebenarnya adalah suhu yang paling mendekati suhu tubuh sebenarnya. Suhu di daerah mulut atau ketiak sekitar 0,5-0,8o lebih rendah daripada suhu di daerah anus.

Tips 3:
Kompres dengan air hangat

Terdengar aneh? Sejak kecil kita selalu dikompres dengan air dingin, bahkan kadang dengan air es. Tapi ilmu kedokteran mutakhir tidak lagi menyarankan pendinginan suhu tubuh dengan air yang terlalu dingin.

Mengapa?
Karena air dingin akan menutup pori-pori kulit sehingga mempersulit proses penguapan panas dari dalam tubuh. Akibatnya hanya kulit saja yang menjadi dingin, sementara bagian dalam tubuh tetap panas.
Karenanya gunakan air hangat untuk mengompres. Selain dikompres, seluruh tubuh si kecil sebaiknya juga dilap dengan air hangat menggunakan kain yang lembut. Ini juga akan membantu penguapan di seluruh permukaan tubuh. Ulangi terus proses mengelap dengan air hangat ini hingga suhu tubuh si kecil tidak lagi terlalu tinggi.

Mengompres juga dapat dilakukan dengan merendam si kecil dalam bak berisi air hangat. Proses pengompresan seperti ini akan membutuhkan waktu 30-45 menit untuk menurunkan panas. Buatlah si kecil betah di dalam bak air hangat selama waktu tersebut. Bunda dapat mengajaknya bermain atau menyediakan mainan kesukaannya yang tahan air di bak tersebut.

Tips 4:
Beri minum yang banyak

Pada saat demam, tubuh berisiko kekurangan cairan (dehidrasi) karena suhu yang tinggi akan memicu pengeluaran cairan yang lebih banyak. Dehidrasi paling cepat terlihat pada bibir yang kering. Karenanya usahakan si kecil mengkonsumsi cairan lebih banyak dari biasanya agar ia tidak kekurangan cairan.
Bunda bisa menyiapkan minuman yang manis seperti teh manis, sirup, atau jus buah yang mengandung air. Minuman yang manis selain dapat menambah tenaga juga dapat merangsang si kecil untuk minum lagi dan lagi.

Tips 5:
Jangan biarkan si kecil kepanasan

Orang-orang di masa lalu berpikiran bahwa jika seorang anak demam, maka perawatan terbaik adalah dengan memberinya selimut tebal dan pakaian yang tebal. Tujuannya agar si anak cukup berkeringat sehingga panasnya otomatis akan turun. Padahal yang terjadi justru sebaliknya. Pakaian dan selimut yang tebal akan menghalangi penguapan sehingga panas tubuh akan sulit keluar.
Karenanya, jagalah ruangan agar tidak panas dan pertukaran udara dalam ruangan cukup. Jika perlu nyalakanlah kipas angin. Beri pakaian yang tidak tebal, yang akan mempermudah terjadinya proses penguapan.

Tips 6:
Sediakan obat turun panas.

Jika suhu tubuh si kecil sudah lebih dari 37,5oC maka sebaiknya Bunda segera memberikan obat turun panas sebagai pertolongan pertama. Pada anak yang aktif, meskipun suhunya sudah lebih dari 37,5oC biasanya sulit sekali untuk menyuruhnya berisitirahat apalagi dikompres. Karenanya obat turun panas diharapkan dapat membantu menurunkan panasnya yang terlalu tinggi.

Apa obat turun panas yang baik?
Ada banyak merk obat turun panas beredar di pasaran. Bunda dapat memilihnya berdasarkan bahan aktif yang digunakan sebagai penurun panas. Ada yang menggunakan ibuprophen, acetaminophen, atau paracetamol. Saat ini yang dipercaya tidak memiliki efek samping dan cepat menurunkan panas adalah paracetamol.

Ibuprofen dan asetaminofen memiliki efek samping iritasi pada lambung. Karenanya konsumsi obat ini dianjurkan setelah makan atau minum susu. Memang penyerapan obat oleh tubuh akan menjadi lebih lama namun karena efek sampingnya lebih buruk maka lamanya penyerapan pun dapat dikesampingkan.

Asetaminofen dapat mengakibatkan gangguan ginjal dan tidak dianjurkan untuk diberikan pada anak yang mengalami demam disertai muntah-muntah dan diare. Penggunaan paracetamol secara terus menerus juga dapat menimbulkan efek samping berupa kerusakan hati.

Selain itu, obat turun panas juga ada yang mengandung alkohol dan ada yang tidak mengandung alkohol. Tentu saja kandungan alkohol pada obat turun panas ini tidak cukup untuk dapat memabukkan pengkonsumsinya. Tujuan dari dimasukkannya alkohol ke dalam obat turun panas adalah untuk menghangatkan tubuh. Agar lebih aman, sebaiknya gunakanlah yang tidak mengandung alkohol.

Jangan berikan dua jenis obat penurun demam sekaligus, misalnya, asetaminofen dengan ibuprofen. Asetaminofen tidak boleh dicampur dengan Phenobarbital. Phenobarbital dulu dianggap dapat mencegah kejang demam padahal kejang demam tak dapat dicegah. Di lain pihak, Phenobarbital akan mempertinggi risiko keracunan asetaminofen dalam darah. Aspirin tidak boleh diberikan pada anak di bawah 12 tahun karena dapat mempertinggi risiko sindrom reye, suatu kondisi berat yang dapat berakibat pada gagal hati.

Satu hal yang perlu diingat, jangan berikan obat penurun panas jika suhu tubuh si kecil tidak terlalu tinggi. Obat penurun panas sebenarnya sama sekali tidak mengobati sumber demam, ia hanya menghalangi produksi panas oleh tubuh sehingga tubuh tidak terkena dampak buruk dari peningkatan suhu ini.

Tips 7
Waspada!

Walaupun demam adalah reaksi normal dari tubuh dalam melawan virus atau bakteri, bukan berarti Bunda meremehkan begitu saja. Jika dalam 12 jam demam si kecil tak kunjung turun, maka sebaiknya Bunda segera membawanya ke dokter atau klinik terdekat untuk mendapatkan pertolongan. Jika suhu tubuh si kecil mencapai 39oC, maka Bunda perlu waspada akan risiko kejang demam (step).
Kejang demam sebenarnya sangat jarang terjadi. Paling banyak terjadi pada bayi usia 6 bulan hingga anak usia 5 tahun. Terjadi pada hari pertama demam. Serangan kejang demam pertama kali jarang sekali terjadi sebelum usia 6 bulan atau lebih dari 3 tahun.

Apa gejalanya?
Saat terjadi kejang demam, anak menjadi tidak sadar dan diikuti dengan gerakan-gerakan seluruh tangan dan kaki. Mata melotot, napas tidak teratur bahkan cenderung terhenti, dan mulut menganga.
Kejang demam berbeda dengan menggigil. Pada saat menggigil, si kecil tidak kehilangan kesadaran dan napasnya tidak berhenti. Menggigil adalah tanda bahwa suhunya akan meningkat.
Bedakan juga kejang demam dengan kejang karena infeksi otak. Kejang demam melibatkan seluruh tubuh dan berlangsung sekejap (durasinya sangat singkat). Setelah kejang demam berakhir, si kecil akan langsung pulih kesadarannnya. Sedangkan kejang akibat infeksi otak berlangsung lama, berulang-ulang, lehernya kaku, dan kesadaran tidak langsung pulih begitu kejang berhenti.

Bagaimana jika terlanjur kejang?
Tengkurapkan tubuh si kecil di tempat tidur. Terus lakukan proses pengelapan hingga ia berhenti kejang. Jika giginya sudah tumbuh, biasanya ia akan melakukan refleks menggigit dan yang pertama kali digigit biasanya adalah lidahnya. Jagalah agar ia tak menggigit lidahnya. Segeralah bawa si kecil ke dokter atau rumahsakit agar mendapat pertolongan yang lebih baik saat kejang.
Kejang demam biasanya terlihat sangat menakutkan sehingga Bunda mungkin akan merasa durasinya lama sekali. Gunakanlah stopwatch untuk mengukur durasinya. Dengan mengukur durasinya, Bunda dapat meperkirakan apakah ini merupakan kejang demam atau kejang karena infeksi otak.
Kejang demam pada umumnya tidak berbahaya dan tidak mengakibatkan kerusakan pada otak. Jadi Bunda tak perlu khawatir walaupun harus tetap waspada.

Jadi kapan saya harus khawatir?
Karena demam adalah gejala penyakit bukan penyakit itu sendiri, maka yang perlu Bunda khawatirkan adalah penyakitnya. Cari tahu terlebih dahulu apa penyakit yang membuat si kecil terserang demam. Ada banyak hal yang dapat mengakibatkan demam, seperti tumbuh gigi, radang tenggorokan, efek samping imunisasi, atau influenza. Jika pada saat suhunya tidak terlalu tinggi si kecil masih aktif bermain dan masih riang, maka Bunda tak perlu khawatir.

Sebaliknya, bila si kecil terlihat lemas, tidak bergairah, sementara tidak ada tanda-tanda radang, tumbuh gigi, atau hal-hal lain yang mungkin menyebabkan demam, maka Bunda perlu khawatir dan segera membawa si kecil ke dokter. Untuk demam kategori ini mungkin membutuhkan tes darah di laboratorium untuk menegakkan diagnosis penyakitnya. 

Bunda juga perlu khawatir jika suhu tubuh si kecil melebihi 42oC. Walaupun sangat jarang terjadi, demam dengan suhu setinggi ini dapat mengakibatkan kerusakan pada syaraf si kecil. Tidak ada penelitian yang membuktikan terjadinya kerusakan syaraf pada demam di bawah 42oC.